Wednesday, July 22, 2015

Contoh bab 1 disertasi ekonomi akutansi



Bab I Pendahuluan

1.6. Latar Belakang Masalah

Kebijakan akuntansi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan yang   disusun oleh manajemen. Kebijakan akuntansi memuat prinsip khusus, dasar, konvensi, peraturan  dan praktik yang ditetapkan perusahaan dalam menyusun laporan keuangan. International accounting standar (ias) mendefinisikan kebijakan akuntansi sebagai serangkaian kebijakan perusahaan yang dipilih dari berbagai alternatif metode akuntansi yang didasarkan pada standar akuntansi keuangan, baik yang mempengaruhi laba-rugi, neraca, laporan arus kas dan laporan ekuitas perusahaan. Kebijakan akuntansi memberikan alternatif metode akuntansi yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas  pengungkapan  keuangan  (fields,  lys,  dan vincent,   2001). Lebih lanjut, hunt (2001) mengungkapkan bahwa kuantitas laba yang dilaporkan perusahaan ditentukan oleh kebijakan akuntansi yang dipilih oleh manajemen.
Kebijakan akuntansi memberikan alternatif pilihan metode    akuntansi    yang    berdampak    pada    laba    yang Dilaporkan perusahaan, sehingga laba yang dihasilkan perusahaan dapat berbeda. Sebagai contoh kebijakan penilaian persediaan memberikan alternatif penilaian persediaan  first  in  firs  out  (fifo),  rata-rata,  atau  last  in firs out (lifo), pada kondisi inflasi perusahaan yang menerapkan  metode penilaian persediaan  last in first out (lifo) akan menghasilkan  laba yang relatif lebih rendah dibanding  kebijakan  akuntansi  persediaan  first  in  first out (fifo) (lee dan hsieh, 1985).
Data   bursa  efek jakarta  antara  tahun  1995 sampai dengan tahun 2000 yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi penilaian persediaan menunjukan bahwa pada perusahaan manufaktur sebanyak 74 perusahaan menerapkan metode rata-rata, 18 perusahaan menerapkan metode  fifo,  30  perusahaan   mengkombinasikan   fifo  dan rata-rata, 6 perusahaan menerapkan indentifikasi khusus dikombinasikan   dengan   rata-rata   dan  fifo  (mukhlasin,  2002). Sementara  itu, missonier-piera  (2004) menemukan bahwa sebanyak  37% dari 106 emiten  swiss stock exchange (swx)  pada  tahun  1994-1995  memilih  kebijakan   akuntansi yang sifatnya akselerasi (menaikkan laba) dan sebanyak  63% memilih kebijakan akuntansi yang menunda pelaporan laba. Perbedaan kebijakan akuntansi antar perusahaan yang  terdaftar   di  bej  maupun  di  swx  mengindikasikan bahwa masing-masing perusahaan mempunyai motif dan tujuan yang berbeda dalam memilih kebijakan akuntansi, sehingga      motif  memilih  kebijakan  akuntansi  perlu diteliti.
Scott (2000) mengungkapkan bahwa teori akuntansi positif berhubungan dengan prediksi beberapa tindakan, seperti  pemilihan  kebijakan  akuntansi  oleh  perusahaan dan bagaimana  perusahaan  merespon  standar  akuntansi yang   baru.   Penelitian   berbasis   teori   akuntansi   positif yang terkait dengan rasionalitas pemilihan kebijakan akuntansi sudah banyak dilakukan. Namun demikian sebagian besar obyek penelitian dari artikel yang dipublikasikan dalam jurnal internasional adalah perusahaan di amerika serikat (missonier-piera, 2004).
Kajian tentang kebijakan akuntansi di indonesia diantaranya   dilakukan   oleh   siregar   dan   utama   (2004) yang meneliti discretionary  accrual. Penelitian kebijakan akuntansi yang fokus pada pemilihan satu metode akuntansi   diantaranya  dilakukan  oleh mukhlasin  (2002), taqwa, s., sugiyanto,  f.x., dan daljono (2003), rustardy,  w., ratnawati,  dan  kurnia  (2004),  dan  mukhlasin  (2004). Sementara itu, penelitian di indonesia yang meneliti lebih dari satu kebijakan akuntansi sebagai satu strategi kebijakan      akuntansi      (kebijakan      akuntansi      ganda) Perusahaan,  sepanjang  pengetahuan  peneliti  belum diteliti. Penelitian ini mencoba mengisi kelangkaan penelitian tentang rasionalitas pemilihan kebijakan akuntansi dengan obyek perusahaan yang terdaftar di bursa efek jakarta.
Standar  akuntansi  keuangan  sebagai  panduan dalam menyusun laporan keuangan diadopsi dari standar akuntansi internasional (ias) yang lebih cenderung mengacu  pada  standar  akuntansi  amerika  serikat, sehingga standar akuntansi antara indonesia dengan amerika tidak jauh berbeda. Namun demikian lingkungan penerapan standar akuntansi antara indonesia dengan amerika sangat berbeda. Lingkungan amerika sudah mencerminkan  sistem perekonomian  pasar yang maju, sistem  perbankan  yang  canggih,  sistem  peradilan  yang kuat dan mantap, pasar modal sebagai sumber utama pendanaan perusahaan, pengakuan hak milik individual, perseroan  terbuka  sebagai  bentuk  perusahaan  yang umum, penekanan pada penilaian prestasi individu, pemisahan pemilikan dan manajemen  secara tegas, proses pengambilan  keputusan  yang  rasional  dan  sistem birokrasi  yang  sudah  mantap  (suwardjono,  1989). Sementara  itu  di  indonesia     sistem  perokonomian   yang masih   cenderung   monopolis,      bursa   efek   yang   belum berjalan dengan baik sehingga belum dijadikan sumber utama pendanaan bagi perusahaan, belum banyak perusahaan yang terdaftar di bursa efek, dan sistem pemerintahan yang birokratis.
Perbedaan lingkungan antara amerika dengan indonesia dapat mengakibatkan  perbedaan karakteristik konflik agensi. Konflik agensi timbul karena kepemilikan yang   menyebar.   Struktur   kepemilikan   yang   menyebar luas umumnya hanya terdapat di amerika serikat dan inggris.   Di   negara-negara    maju   lainnya   dan   negara- negara sedang berkembang, umumnya perusahaan masih dikendalikan oleh keluarga (siregar dan utama, 2005). Anderson,   et   al   (2002)   mengatakan   bahwa   perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga mempunyai struktur yang menyebabkan  berkurangnya  konflik agensi antara pemegang saham dan kreditur, dimana kreditur menganggap kepemilikan keluarga lebih melindungi kepentingan kreditur. Perbedaan penyebaran kepemilikan mengindikasikan  adanya perbedaan  karakteristik  agensi antara amerika dan indonesia.
Penelitian terdahulu tentang kebijakan akuntansi lebih banyak dilakukan pada pasar modal yang  efisien (usa), sementara  itu pasar modal di indonesia  bentuknya masih  dipertanyakan.         Walaupun        belum  efisien Berdasarkan informasi, jogiyanto (2005) mengemukakan bahwa ide pasar efisien secara keputusan membuka jalan riset yang masih terbuka lebar di pasar modal indonesia. Perbedaan lingkungan secara umum, karakteristik agensi dan  efisiensi   pasar   modal   menjadikan   penelitian kebijakan akuntansi perlu dilakukan pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek indonesia.
Beberapa hal yang juga memotivasi penelitian ini adalah kebijakan akuntansi ganda belum banyak diteliti, perbedaan teorities tentang motivasi memilih kebijakan akuntansi,  hasil  penelitian  terdahulu  yang  tidak konsisten, perlunya motivasi ganda dalam memilih kebijakan akuntansi dan perlunya dimensi lain (konservatisme akuntansi perusahaan) dalam memilih kebijakan akuntansi. Masing-masing motivasi penelitian dibahas secara rinci pada penyajian dibawah ini.
Pertama,  kebijakan  akuntansi  ganda belum banyak diteliti. Sebagaian besar penelitian tentang rasionalitas pemilihan  kebijakan  akuntansi  hanya  mengisolasi   pada satu kebijakan akuntansi saja (kebijakan akuntansi tunggal) (field, et al 2001), misalnya pemilihan metode penilaian persediaan, pemilihan metode penyusutan, pemilihan  metode  goodwill.  Penelitian  dengan  satu metode  akuntansi  diantaranya   diteliti  oleh  Hagerman Dan zmijewski (1979),  collins, rozeff, dan dhaliwal (1981), dhaliwal (1980), holthousen (1990),  dhaliwal, salamon, dan smith. (1982),   dhaliwal (1988), niehaus (1989), chusing dan leclere (1992), kuo (1993) dan christie dan zimmerman (1994), cullinan dan bline (2003). Hasil penelitian kebijakan akuntansi   tunggal  hanya  memberikan   pemahaman tentang pemilihan kebijakan akuntansi secara parsial sehingga hasilnya juga hanya terfokus pada metode akuntansi tertentu (zmijewski dan hagerman, 1981). Hagerman dan zmijewsky (1981) mengungkapkan bahwa gambaran penelitian kebijakan akuntansi dibandingkan penelitian tahun 1979 (metode tunggal) memberikan  bukti yang kuat bahwa alternatif pemilihan akuntansi membutuhkan  pengujian  dalam  konteks  menyeluruh ketika manajer dihadapkan dengan lebih dari satu kebijakan akuntansi yang dipilih.
Laporan keuangan perusahaan dihasilkan dari satu paket kebijakan akuntansi yang meliputi beberapa kebijakan akuntansi, sehingga     laporan keuangan mencerminkan lebih dari satu metode akuntansi. Sehubungan  dengan  itu  pemahaman  atas  laporan keuangan   tidak  dapat  dilihat   hanya   dengan   mengkaji satu metode akuntansi saja.    Penelitian ini berusaha menjelaskan  kebijakan  akuntansi  yang  menggabungkan Beberapa metode akuntansi agar dapat dipahami rasionalitas manajemen dalam memilih kebijakan akuntansi perusaahaan. Penelitian tentang pemilihan kebijakan   akuntansi   ini  menindak   lanjuti   rekomendasi dari    field et al (2001) tentang perlunya    penelitian kebijakan akuntansi     agar kembali ke dasar dan menggunakan keahlian sebagai akuntan untuk mengukur multidimensional kebijakan akuntansi secara langsung melalui   laporan keuangan. Pendekatan ini mengembangkan    penelitian   yang   dilakukan   missonier- piera (2004) dan zmijewski dan hagerman (1981). Kebijakan akuntansi yang diteliti meliputi gabungan dari kebijakan penilaian persediaan, penyusutan aktiva tetap, dan penilaian piutang. Kebijakan penilaian persediaan, penyusutan aktiva tetap, dan penilaian piutang dipilih karena karena ketiga kebijakan akuntansi ini ada pada setiap perusahaan manufaktur.
Kedua, perbedaan teorities tentang motif memilih kebijakan akuntansi. Manajer (agen) diberikan otoritas untuk mengambil keputusan (jensen dan meckling, 1976). Manajer dapat memilih alternatif kebijakan akuntansi sesuai dengan konsekuensi yang diharapkannya. Dalam konteks  teori akuntansi  positif,  rasionalitas  manajemen dalam   memilih   kebijakan    akuntansi    oleh   watts   dan Zimmerman  (1986, 1990) diorganisasikan  menjadi  bonus plan hyphotesis, debt covenant hyphotesis dan political cost hyphotesis.
Bonus plan hypothesis menyatakan bahwa manajer memilih kebijakan akuntansi yang dapat meningkatkan laba untuk memaksimalkan kompensasi (robbin et al 1993). Penelitian terdahulu memproksi bonus plan dengan ada tidaknya rencana bonus (robbins et al 1993; innoue dan thomas 1996), return on assets (missioner-pierra, 2004), dan kepemilikan manajemen (nihaus, 1989). Pada penelitian ini bonus plan diproksi dengan ada tidaknya rencana kompensasi dan kepemilikan manajemen. Kedua proksi ini dipilih untuk lebih menjelaskan tentang motif untuk memaksimalkan  kompensasi. Ada tidaknya rencana bonus menggambarkan  hubungan  yang terpisah  antara pemilik dengan manajemen. Manajemen akan memilih kebijakan akuntansi  yang dapat menaikkan  laba jika ada rencana bonus. Sementara itu, kepemilikan manajemen menggambarkan konflik kepentingan antara manajemen sebagai pemilik dengan manajemen  sebagai pemegang saham. Kepemilikan manajemen yang tingga agensi problemnya rendah, sehingga keinginan untuk mendapatkan     bonus     bukan     alasan     untuk     memilih Kebijakan   akuntansi   yang   dapat   meningkatkan   bonus (jensen dan mckling, 1976 dan niehaus, 1989).
Kebijakan akuntansi   yang dapat menaikkan laba seperti halnya bonus plan juga akan dipilih oleh  manajer perusahaan  dalam hipotesis debt covenant. Debt covenant pada   penelitian   terdahulu   diproksi   dengan   leverage. Proksi ini menggambarkan tingkat ketergantungan perusahaan   pada   debtholder.   Semakin   tinggi   leverage, maka ketergantungan  perusahaan  pada debtholder  juga semakin tinggi sehingga keinginan untuk menghindari pelanggaran debt covenant juga akan semakin tinggi. Manajer dengan tingkat utang yang lebih tinggi akan menggunakan pilihan kebijakan akuntansi untuk memperbaiki  rasio  keuangan  dan  mengurangi kemungkinan pemutusan perjanjian utang (zhou, 2000).
Motif bonus plan dan debt covenant menarik untuk diteliti. Walaupun kedua motif ini mengharuskan manajemen memilih kebijakan akuntansi yang dapat menaikkan laba, tetapi pengaruhnya pada transfer kekayaan berbeda. Bonus plan berarti transfer kekayaan dari perusahaan  ke manajemen,  sedangkan  hipotesis debt covenant menunjukkan adanya transfer kekayaan dari perusahaan   ke   debtholder,   dengan   demikian,   transfer Kekayaan    dari    perusahaan     ke    stockholder     menjadi berkurang.
Hipotesis political cost menyatakan bahwa perusahaan yang menghadapi tekanan politik akan menggunakan    alternatif   akuntansi   yang   mengurangi laba  sebagai  dasar  untuk  menghindari   transfer kekayaan  dari perusahaan  ke pihak ketiga (wojdat,  1999). Political cost   dapat timbul karena adanya tekanan dari pihak luar perusahaan (misalnya, lembaga swadaya masyarakat,   dewan  perwakilan   rakyat,   partai  politik, dan pemerintah) dan dari dalam perusahaan (buruh/karyawan).  Tekanan  dari luar perusahaan  dalam penelitian ini diproksi dengan besarnya perusahaan. Besarnya  perusahaan  dijadikan  proksi  political  cost karena perusahaan besar cenderung mendapat intervensi dari  pemerintah,  selain  itu,  perusahaan  besar  juga menjadi sorotan publik sehingga memerlukan regulasi yang  lebih  cermat  (lamm-tennan  dan  rollins,  1994). Tekanan  dari dalam  perusahaan  diproksi  dengan  jumlah karyawan.  Missonier-pierra,  (2004) mengungkapkan  bahwa sumber potensial political cost berasal dari konflik yang terjadi   antara   manajer   dengan   karyawan   dan   atau serikat pekerja.

Hipotesis bonus plan dan debt covenant menunjukkan bahwa demi kepentingan  opportunis  manajemen  mengejar kompensasi atau menghindari dilanggarnya perjanjian hutang,   manajemen   akan   memilih   kebijakan   akuntansi yang dapat menaikkan laba (deggan 2004, watts dan zimmerman 1990). Sementara itu, hipotesis political cost menurunkan  laba perusahaan  demi menghindari  tekanan politik. Perbedaan konseptual motif pemilihan kebijakan akuntansi mengindikasikan bahwa hipotesis bonus plan, hipotesis debt covenant dan hipotesis political cost dalam pemilihan kebijakan akuntansi masih menarik untuk dikaji ulang.
Ketiga, inkonsistensi hasil penelitian terdahulu. Penelitian  terdahulu  dengan  dasar  pertimbangan hipotesis bonus plan, debt covenant, dan   political cost memberikan   hasil   yang   berbeda-beda   (scott,   2000   dan field, et al. 2001).   Hipotesis bonus plan   pada kebijakan akuntansi  penyusutan  didukung  hasil  penelitian hagerman dan zmijewski (1979) dan skinner (1993), kebijakan akuntansi   perusahaan   terkait   strategi   laba  didukung oleh zmijewski   dan hagerman   (1981), skinner (1993), robbin, turpin, dan  polinski (1993), chase dan coffman, (1994), dan cochran,  (2001).  Sementara  itu,  hagerman  dan  zmijewski (1979)     terkait     dengan     metode     penilaian     persediaan Mendapatkan  hasil yang tidak signifikan untuk hipotesis bonus plan. Hasil yang tidak signifikan  juga didapat dari penelitian bowen, r.m., noreen, e.w., dan lacey, j.m. (1981) tentang  kapitalisasi  bunga,  hunt  (1985)  tentang persediaan, dan press dan weintrop (1990) tentang strategi laba.
Penelitian tentang kebijakan akuntansi persediaan, penyusutan,  kapitalisasi  bunga, dan strategi laba untuk hipotesis debt covenant   didukung   collins, rozeff, dan dhaliwal (1981),  dhaliwal (1980), zmijewski dan hagerman (1981), dhaliwal, et al. (1982),   dhaliwal (1988), niehaus (1989), chusing dan leclere (1992), kuo (1993) dan christie dan zimmerman (1994). Sementara itu, beberapa penelitian mendapatkan hasil yang tidak signifikan, diantaranya, hunt (1985), lee dan hsieh (1985), caster dan simon (1986), niehaus (1989), knoeber ddan mckee (1991), dan bowen, ducharme dan shores (1995).
Penelitian terdahulu tentang political cost dengan proksi  ukuran  perusahaan  memberikan  hasil  yang variatif.  Morse  dan richardson  (1983),  abdel  khalik  (1985), dopuch dan pincus (1988), lindahl (1989), lee dan hsieh (1985), dan   zmijewski   dan   hagerman   (1981)   mendapatkan   hasil yang signifikan untuk kebijakan akuntansi persediaan, penyusutan   dan   strategi   laba.   Sedangkan   hasil   yang perlawanan   ditemukan   oleh   hagerman   dan   zmijewski (1979), dan niehaus (1989). Sementara itu, kekuatan buruh sebagai   proksi   political   cost   memberikan    hasil   yang relatif   konsisten,      missonier-piera   (2004),   peltier-rivest (1999) dan depoers (2000) mendapatkan hasil yang signifikan untuk proksi kekuatan buruh.
Keempat, perlunya motif konservatisme akuntansi. Inkonsistensi hasil penelitian terdahulu mengindikasikan perlunya  pendekatan  lain  yang  mungkin  dapat menjelaskan  perilaku  manajemen  dalam  memilih kebijakan akuntansi yaitu nilai konservatisme akuntansi perusahaan. Nilai konservatisme akuntansi perusahaan diproksi dengan ada tidaknya akuntan yang menjadi anggota  dewan  komisasris  atau  dewan  direktur.  Proksi ini dipilih karena nilai konservatisme akuntansi dapat timbul  dari  konsekuensi  institusional  yaitu  latar belakang pendidikan akuntansi dan keanggotaan profesi akuntansi (gray’s 1988), sehingga perusahaan yang dewan komisaris atau dewan direkturnya berpendidikan akuntansi atau anggota profesi akuntan akan lebih konservatif.
Fama  (1980)  menyebutkan  bahwa  di  dalam perusahaan terdapat internal monitoring manajer oleh manajer   itu   sendiri.   Monitoring   antar   manajer   dapat Terjadi karena adanya perbedaan kepentingan. Manajer dengan   tingkat   konservatisme    akuntansi    yang   lebih tinggi  akan  cenderung  lebih  mengutamakan  prinsip kehati-hatian dalam memilih kebijakan akuntansi dengan harapan akan menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Sementara itu    manajer dengan tingkat konservatisme yang lebih rendah lebih menyukai untuk bersikap oportunis dengan memilih kebijakan akuntansi untuk kepentingan jangka pendek.
Selain mempengaruhi pemilihan kebijakan akuntansi, nilai konservatisme akuntansi juga akan mempengaruhi sikap oportunis manajer. Hipotesis bonus plan, dan debt covenant menggambarkan perilaku bahwa untuk kepentingan   oportunis        manajemen   akan  memilih kebijakan  akuntansi  yang  dapat  menaikkan  laba. Penelitian  terdahulu  yang menguji oportunis  manajemen secara implisit selalu mengasumsikan bahwa semua manajer akan bertindak sama ketika menghadapi kontraktual dan insentif yang sama. Namun demikian, heflin, kwon dan wild (2002) menemukan bukti bahwa manajer dengan reputasi eksternal yang tinggi kurang responsif terhadap motivasi kontraktual untuk menggunakan  kebijakan  akuntansi  (accrual)  yang oportunis dibanding manajer dengan reputasi yang lebih Rendah.  Temuan heflin et al (2002) mengindikasikan bahwa berlakunya  faktor  kontraktual  dipengaruhi  oleh reputasi eksternal. Hasil penelitian ini memunculkan dugaan bahwa faktor internal berupa konservatisme akuntansi perusahaan juga dapat mempengaruhi motivasi oportunis kontraktual dari manajer.
Kelima, perlunya motivasi ganda dalam memilih kebijakan  akuntansi.  Kajian tentang pemilihan  kebijakan akuntansi   perusahaan   berhubungan   erat   dengan perilaku  manajemen.  Kebanyakan  penelitian  yang mengkaji tentang kebijakan akuntansi didasarkan pada rasionalitas   bonus plan, debt covenant dan political cost yang melihat kebijakan akuntansi berdasarkan   perilaku oportunis   dalam   memilih   kebijakan   akuntansi   sebagai motif individual (heflin, et al. 2002). Pada kenyataannya manajemen dapat dihadapkan dengan dua motif memilih kebijakan akuntansi yang berbeda atau antar motif mempunyai hubungan (field, et al. 2001).  Ketika manajemen memilih kebijakan akuntansi dihadapkan pada oportunis untuk  mandapatkan  bonus,  pada  saat  yang  sama manajemen  juga dapat dihadapkan  pada keinginan  untuk menghindari  dilanggarnya  perjanjian  utang  (debt covenant  violation).  Hal  ini  menunjukkan  bahwa manajemen     bukan     hanya     dihadapkan     pada     konflik Kepentingan  antara  manajemen  dengan  stockholder, tetapi juga antara manajemen dengan debtholder dan antara stockholder dan debtholder.   Pertanyaan yang timbul  adalah:   apakah   dalam  memilih   kebijakan akuntansi hanya dilatarbelakangi  oleh satu motif saja? Padahal, kebijakan akuntansi yang bertujuan untuk memaksimalkan kompensasi bagi manajer juga dapat menurunkan   pelanggaran   perjanjian   utang   (debt covenant violation) dan meningkatkan nilai assets perusahaan      (fields   et   al.,   2001).   Hal   ini   menunjukkan bahwa kebijakan akuntansi dimotivasi oleh tiga pertimbangan yaitu kompensasi manajer, penghindaran perjanjian utang, dan peningkatan nilai perusahaan.
Bonus   plan      dan   debt   covenant       mengasumsikan bahwa perusahaan tidak mendapatkan tekanan dari luar perusahaan, sehingga dengan mudah manajemen dapat memilih kebijakan akuntansi yang dapat menaikkan laba. Pada  konteks  indonesia,  banyaknya  partai  politik, lembaga swadaya masyarakat dan upaya agresif pemerintah dalam menarik pajak dapat menjadi bahan pertimbangan bagi manajer dalam memilih kebijakan akuntansi. Besarnya laba perusahaan menentukan besarnya political cost yang harus dikeluarkan perusahaan.  Perusahaan  besar  dengan  laba  yang  besar Merupakan sumber pendanaan partai politik dan lembaga swadaya   masyarakat,   sehingga   akan   timbul   political cost yang besar. Dalam konteks ini, manajemen dapat dihadapkan  pada oportunis  bonus plan atau menghindari debt covenant  yang cenderung  menaikkan  laba dan poltical cost yang besar karena adanya pihak luar perusahaan. Sehubungan dengan uraian diatas, maka penelitian yang menggabungkan dua motif yang searah atau  dua  motif  yang  berseberangan  perlu  untuk dilakukan terkait dengan perilaku manajemen jika dihadapkan pada multiple konflik pentingan.



1.7. perumusan masalah

Dalam konteks agensi, motif memilih kebijakan akuntansi berhubungan erat dengan adanya perbedaan kepentingan  antar  pihak  yang  terkait  dengan perusahaan. Watts dan zimmerman (1990) mengidentifikasikan tiga motif ekonomi yang melatar belakangi   pemilihan   kebijakan   akuntansi,   yaitu:   bonus plan,  debt  covenant,  dan  political  cost.  Sehubungan dengan hipotesis bonus plan, inoue dan thomas (1996) menyatakan  bahwa manajer yang pembayaran  bonusnya ditentukan berdasarkan besarnya laba perusahaan mempunyai   insentif   untuk   meningkatkan   laba   melalui Prosedur akuntansi. Hipotesis bonus plan didukung oleh temuan robbin, et al. (1993) yang meneliti pada rumah sakit non profit menemukan bahwa hasil regresi logistik untuk variabel kompensasi manajemen adalah signifikan berpengaruh pada pemilihan kebijakan akuntansi yang dapat  menaikkan   laba.  Sementara   itu,  hasil  penelitian yang   tidak   signifikan   didapat   oleh   inoue   dan  thomas (1996).
Berbeda dengan hipotesis bonus plan, motivasi manajemen memilih kebijakan akuntansi yang dapat menaikkan laba adalah agar mendapatkan bonus, pilihan kebijakan akuntansi yang dapat menaikkan laba pada hipotesis debt covenant bertujuan untuk menghindarkan perusahaan dari pelanggaran debt covenant (watts dan zimmerman, 1990; missonier-pierra, 2004; fields, et al 2001). Jaggi dan leung (2003) yang meneliti perusahaan di hong kong terkait dengan pemilihan metode akuntansi untuk penilaian investasi pada sekuritas menemukan bukti bahwa debt equity ratio menjadi pertimbangan penting dalam memilih metode penilaian investasi pada sekuritas. Pada objek penelitian di perusahaan jepang, inoue dan thomas (1996) yang menguji kebijakan akuntansi untuk metode penyusutan, retirement allowance, marketable securities, dan research dan development mendapatkan hasil yang signifikan untuk leverage pada level baik untuk kebijakan akuntansi 4 metode maupun tiga metode. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Missioner-piera (2004) yang menginvestigasi determinan ekonomik pemilihan kebijakan akuntansi di swiss menunjukkan bahwa leverage tidak Mempengaruhi manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat menaikkan laba.

Hipotesis political cost menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami tekanan politik akan menghindari political cost dengan cara memilih kebijakan akuntansi yang dapat menunda pelaporan laba (missonie- pierra, 2004; fields et al 2001; deegan 2004). Hipotesis ini didukung oleh penelitian inoue dan thomas (1996) yang memproksi political cost dengan besarnya perusahaan dan missonier pierra 2004 yang memproksi political cost dengan kekuatan buruh. Sementara itu, proksi besarnya perusahaan dari missioner-pierra (2004) menunjukkan penolakan terhadap hipotesis political cost.

Berdasarkan  uraian  di  atas  maka  timbul pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Apakah    debt  covenant,  bonus  plan  dan  political cost  mempengaruhi  manajemen  dalam  memilih kebijakan akuntansi?
Ketiga  motif  pemilihan  kebijakan  akuntansi  di atas lebih terfokus pada kepentingan ekonomi dari berbagai pihak yang terkait dengan perusahaan. Sementara itu, hoopwood (1987) mengemukakan bahwa akuntansi dipertimbangkan  sebagai  salah  satu    tujuan  terpenting bagi organisasi ketika digabungkan dalam domain sosial. Kebijakan   pada   setiap   tingkat   organisasi   dipengaruhi Oleh  nilai  yang  dianut  pengambil  keputusan  (hofstede, 1980). Gray (1988) dalam kerangka pikirnya mengungkapkan bahwa  nilai  akuntansi  mengutamakan   pendekatan kehati-hatian untuk ukuran seperti halnya mengatasai ketidak pastian kejadian dimasa yang akan datang bertentangan dengan pendekatan yang lebih optimistik, laissez-faire, risk-taking.
Konflik antar manajemen   dapat terjadi jika ada perbedaan pemahaman tentang suatu nilai yang ada diperusahaan. Terkait dengan pemilihan kebijakan akuntansi,  nilai konservatisme  akuntansi  ini mendorong manajemen untuk bersikap hati-hati (concervatism) yaitu cenderung  untuk  memilih  kebijakan  akuntansi  yang dapat  menunda  pelaporan  laba.  Sementara  itu, manajemen yang lain tidak menginginkan penerapan konservatisme  akuntansi  dan cenderung  lebih menyukai kebijakan  akuntansi  yang dapat mempercepat  pelaporan laba. Setiap perusahaan mengembangkan prosedur dan kebijakan  akuntansi  dengan memperhatikan  kepentingan dari semua pihak yang terkait, yang membedakan antara perusahaan satu dengan yang lainnya adalah cara memahami situasi akuntansi yang ada dalam perusahaan (geriesh, 2003).   Uraian di atas mengindikasikan adanya permasalahan penelitian sebagai berikut:
Apakah nilai konservatisme akuntansi mempengaruhi manajer dalam memilih kebijakan akuntansi?
Reputasi eksternal mempengaruhi sikap oportunis manajemen      mendapatkan bonus dan menghindari pelanggaran debt covenant dengan   memilih kebijakan akuntansi yang dapat menaikkan laba (heflin et al, 2000). Sementara itu, konservatisme akuntansi perusahaan mengarahkan manajemen perusahaan untuk memilih kebijakan akuntansi yang bersifat hati-hati dan dapat menunda   pelaporan   laba.   Manajemen   yang   memegang nilai   konservatisme   akuntansi   dapat   juga   dihadapkan pada  oportunis  untuk  mendapatkan  bonus  dan menghindar dari pelanggaran debt covenant. Hal ini menimbulkan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Apakah konservatisme  akuntansi dapat mereduksi pemilihan kebijakan akuntansi yang dapat menaikkan laba untuk tujuan  oportunis  manajemen  mendapatkan bonus  dan  menghindar  dari  pelanggaran  debt covenant?
Dalam memilih kebijakan akuntansi, manajemen dihadapkan  pada  lebih  dari  satu  kondisi  (motif). Perusahaan yang menerapkan bonus plan, pada saat yang sama  juga  dapat  dihadapkan  pada  debt covenant.  Secara Teorities,    manajemen mempunyai oportunistik untuk mendapatkan kompensasi dengan mengeksploitasi kebijakan  akuntansi  yang dapat menaikkan  laba, seiring dengan itu, manajemen juga mempunyai kesempatan untuk menghindari pelanggaran debt covenant (fields et al 2001). Pilihan  kebijakan  akuntansi  yang dapat menaikkan  laba berdampak pada distribusi kekayaan pada manajemen dan debtholder,  sehingga distribusi  kekayaan  pada stockholder menjadi berkurang. Pertanyaan yang timbul adalah,   kenapa   stockholder   masih   memberikan   bonus pada manajemen, padahal dengan adanya bonus terjadi transfer kekayaan ke manajemen dan transfer kekayaan ke debtholder.
Manajemen dapat dihadapkan pada dua motif yang bertolak  belakang  yaitu  kepentingan  untuk mendapatkan bonus dan kepentingan untuk meminimalisir political   cost.   Manajemen   dihadapkan   pada   trade   off antar  dua kepentingan  tersebut.  Oportunitik  manajemen menginginkan  bahwa  kompensasi  manajemen  menjadi besar, tetapi jika dihadapkan  pada fakta bahwa tekanan political cost sangat kuat maka bonus yang besar juga akan diiringi dengan political cost yang besar pula. Political cost yang besar berarti terjadi transfer kekayaan ke pihak ketiga yang sangat besar pula. Dalam Konteks indonesia, pihak ketiga (partai politik, lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah) relatif kuat. Kenaikan bonus akan diiringi kenaikan political cost, sehingga   kinerja   perusahaan   juga   akan   menjadi   tidak baik. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
Apakah manajemen dalam memilih kebijakan akuntansi   dipengaruhi   oleh   interaksi   antara   motif bonus plan dengan debt covenant dan interaksi antara bonus plan dengan political cost?

1.8.orisinalitas penelitian

Penelitian ini mengembangkan  penelitian terdahulu yang dilakukan oleh missonier-piera  (2004); zmijewsky dan hagerman  (1981), skinner  (1993), dan hand (1998) yang fokus pada      portofolio kebijakan akuntansi (multiple method/income strategy). Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu dalam hal:
1.   Penelitian  yang  dilakukan  oleh  missonier-piera   (2004) dan zmijewski dan hagerman (1981) adalah penelitian tentang   kebijakan   akuntansi   (strategi   laba)   yang Menganalisis determinan ekonomi secara individual (single  motive).  Selain  menganalisis  motif  tunggal yaitu   bonus   plan,   debt   covenant   dan   political   cost, dengan diinspirasi dari fields et al (2001), penelitian  ini juga menganalisis motif ganda (multiple motive) yang menginteraksikan bonus plan dengan debt covenant dan bonus plan dengan political cost. Interaksi bonus plan dengan debt covenant menunjukkan kesetaraan arah kebijakan akuntansi antar dua motif. Sehingga perpaduan  dua motif ini akan memperkokoh  keputusan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat menaikkan   laba.   Sementara   interaksi   antara   bonus plan dengan political cost menggambarkan dua motif yang saling bertentangan sehingga akan tergambar trade off antara dua motif tersebut.
2. Selain menganalisis debt covenant, bonus plan dan political   cost   sebagai   motif   tunggal   maupun   motif ganda, penelitian ini juga mencoba mengembangkan konsep nilai konservatisme akuntansi perusahaan. Berlandaskan pada pandangan fama (1990) bahwa ada monitoring internal antar manajemen dalam perusahaan, maka konflik antar manajemen dalam perusahaan  akan  terjadi.  Terkait  dengan konservatisme        akuntansi        perusahaan,        konflik Kepentingan timbul karena adanya perbedaan nilai tentang konservatisme akuntansi dari masing masing manajemen. Manajemen dengan latar belakang nilai konservatisme  akuntansi  yang  tinggi  bertolak belakang  dengan manajemen  yang berlatar belakang konservatisme akuntansi yang rendah.
3.   Penelitian ini juga berbeda dengan penelitian heflin et al,  (2000)  yang  menggunakan  reputasi  eksternal sebagai faktor yang mempengaruhi sikap oportunis manajemen dalam memilih kebijakan akuntansi. Sementara itu, penelitian ini menggunakan konservatisme  akuntansi  sebagai  cerminan  nilai yang diyakini oleh manajemen perusahaan. Nilai konservatisme akuntansi dapat mempengaruhi manajemen dalam memilih kebijakan akuntansi serta mempengaruhi  sikap  oportunis  manajemen  dalam memilih kebijakan yang dapat menaikkan laba.
4.   Proksi variabel yang mencerminkan political cost pada penelitian terdahulu sebagian besar adalah besarnya perusahaan yang diukur dengan total assets, dan penjualan  bersih.  Berbeda  dengan  penelitian terdahulu, selain menggunakan besarnya perusahaan, penelitian ini   juga memproksi political cost dengan kekuatan    buruh    yang    diukur    dengan    banyaknya Karyawan. Proksi ini dipilih karena perusahaan- perusahaan   di   indonesia   lebih   cenderung   ke   padat karya  daripada  padat  modal,  sehingga  political  cost juga dicirikan oleh banyaknya karyawan perusahaan.
5.   Berbeda dengan proksi bonus plan yang digunakan oleh robbin, et al. (1993) yaitu bonus plan aktual, penelitian ini juga menggunakan kepemilikan manajemen dalam perusahaan sebagai proksi dari bonus plan. Kepemilikan manajemen menunjukkan oportunis manajemen. Jika manajemen mempunyai kepemilikan yang besar maka manajemen akan mengabaikan bonus dan lebih mengutamakan    dividen   dan   jika   kepemilikan manajemen kecil (bahkan kepemilikan manajemen = 0) maka manajemen akan lebih mengutamakan bonus.
6. Kebijakan     akuntansi     pada     penelitian     terdahulu meliputi  portofolio  kebijakan  akuntansi  yang terkait dengan penyusutan, persediaan, investasi dalam sekuritas,  penelitian  dan  pengembangan   (r  &  d),  dan pajak penghasilan. Pada penelitian ini kebijakan akuntansi meliputi kebijakan akuntansi penilaian persediaan,  penyusutan  dan  penilaian  piutang. Sepanjang  pengetahuan  peneliti,  penilaian  piutang tidak pernah diteliti sebagai bagian dari kebijakan akuntansi.  Penilaian  piutang  dapat  dilakukan  dengan Metode dirrect write off dan metode allowance. Ketika perusahaan memilih metode allowance    perusahaan harus mengakui adanya biaya penghapusan piutang. Sementara  itu,  metode  dirrect  write  off  hanya mengakui  biaya penghapusan  piutang hanya pada saat terjadi penghapusan piutang  usaha.      Perbedaan pengakuan biaya penghapusan piutang ini akan mempengaruhi besarnya laba yang dihasilkan perusahaan.
1.9. Manfaat penelitian

Penelitian  ini diharapkan  dapat  memberi  kontribusi pengembangan teori akuntansi positif. Paradigma ini merupakan perluasan dari teori akuntansi positif yang dikembangkan oleh watts dan zimmerman (1986) yang meliputi debt covenant hypothesis, bonus plan hyphothesis, dan political hypothesis. Teori akuntansi positif dibangun berdasarkan  hubungan  kontraktual  antara manajemen- stockholder,  manajemen-debtholder,  dan  manajemen- pihak ketiga, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terciptanya perspektif baru dalam teori akuntansi yang terkait dengan hubungan kontraktual antar     manajemen     dalam     perusahaan.     Secara     lebih Spesifik, penelitian ini diharapkan dapat mengungkap konflik kepentingan  atas nilai konservatisme  akuntansi antar manajemen dalam perusahaan, sehingga dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan tentang motif manajemen dalam memilih kebijakan akuntansi dengan memasukkan  konservatisme  akuntansi  perusahaan sebagai cerminan nilai yang dianut perusahaan.
Kontribusi praktis bagi manajemen adalah bahwa manajemen  lebih baik menggunakan  kebijakan  akuntansi dalam mengelola  informasi  laba yang akan dilaporkan. Penelitian   ini     diharapkan   dapat  memberikan   masukan bagi  manajemen  perusahaan   bahwa     untuk  menghadapi tarik ulur kepentingan antar stakeholder, manajemen masih dapat memanfaatkan  kebijakan  akuntansi  sebagai sarana untuk mengelola laba perusahaan. Selain tidak melanggar   aturan,   strategi   laba   dengan mengeksploitasi  kebijakan  akuntansi  juga  murah, sehingga manajemen tidak perlu melakukan praktek tercela.
Kebijakan akuntansi yang dipilih perusahaan mencerminkan perilaku manajer perusahaan. Sehubungan dengan itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi stockholder dan debtholder untuk mengevaluasi kinerja     manajemen.     Debtholder     dapat     mengevaluasi Kecenderungan   perilaku   manajemen   dengan mengevaluasi kebijakan akuntansi yang dipilih oleh manajemen.
Tarik ulur kepentingan antara berbagai pihak yang terkait dengan kebijakan akuntansi mengambarkan kompleksitas  yang  tinggi  dari pilihan  kebijakan akuntansi.   Bukti   opportunistik   manajemen   dalam membela  kepentingannya  mengharuskan  pemegang otoritas bursa (badan pengawas pasar modal) untuk membuat regulasi yang mencerminkan sikap keterbukaan dari para emiten bursa efek yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan. Badan pengawas pasar modal dapat mengeluarkan  regulasi  bahwa para emiten wajib mengungkapkan  informasi tentang  kecenderungan perusahaan    dalam   memilih   kebijakan   akuntansi.   Bila perlu, bapepam mengharuskan  pihak independen  (auditor) untuk mengungkapkan tingkat konservatisme laporan keuangan dalam opini auditnya.

1.5. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk
1.   Menganalisis   perilaku manajer dalam menyusun strategi laba perusahaan melalui   kebijakan   akuntansi.   Motif   ekonomi   berupa   penghindaran terhadap  biaya politik (political cost), pelanggaran  atas perjanjian  utang (debt covenant – agency cost), dan kompensasi manajemen (bonus plan) dianalisis untuk melihat perilaku manajemen dalam memilih kebijakan akuntansi. Analisis ini menggambarkan  konflik kepentingan antar stakeholder perusahaan.
2.   Mendapatkan    bukti   empiris   bahwa   perbedaan    nilai   konservatisme akuntansi  antar  manajemen   akan  mempengaruhi   perilaku  manajemen dalam memilih kebijakan akuntansi.
3. Mengurai   tentang   peran   nilai  konservatisme   akuntansi   dalam mempengaruhi sikap oportunis manajemen
4.   Menguji   untuk   mendapatkan   bukti   empiris   bahwa   dalam   memilih kebijakan  akuntansi  dapat  dihadapkan  pada  dua  motif  sekaligus  yaitu dengan  menginteraksikan  antara  bonus  plan  dengan  debt  covenant  dan bonus plan dengan political cost.

No comments:

Post a Comment