Bab Iii Metode Penelitian
3.1 Populasi Dan Sampel
Obyek dalam penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di bursa efek jakarta dengan mengacu pada
perusahaan-perusahaan manufaktur yang
termuat di capital market directory indonesia tahun 20001-2005. Penelitian
dilakukan pada perusahaan manufaktur
karena perusahaan manufaktur
regulasi akuntansinya tidak seketat perusahaan keuangan dan perbankan
sehingga perilaku manajeman terkait dengan kebijakan akuntansi dapat lebih
dijelaskan. Objek penelitian yang diteliti adalah perusahaan-perusahaan yang listing di bursa efek jakarta (bej) dari
tahun 2000 sampai dengan tahun 2004. Hal ini menunjukan bahwa penelitian
yang dilakukan mengkombinasikan antara
cross section dan time-series, disebut
juga pooling data
atau data panel.
Data panel akan memberikan data yang lebih informatif,
lebih bervariasi, tingkat kolinieritas antar variabel menjadi rendah, lebih
besar degree of fredoomnya, dan lebih efisien (ghozali, 2006; cochran, 2001).
Perusahaan manufaktur
secara panel yang
terdaftar di bursa
efek jakarta untuk tahun
2000-2004 sebanyak 767
perusahaan. Selanjutnya untuk mempermudah dan mempertajam analisis ditentukan
kriteria-kriteria perusahaan yang dapat
dijadikan anggota sampel.
Sehubungan dengan penetapan
kriteria- kriteria sampel maka teknik sampling yang dilakukan adalah
purposive sampling dengan tipe judgmental
sampling. Berdasarkan permasalahan
dalam penelitian dan tujuan penelitian maka ditentukan kriteria-kriteria
sampel sebagai berikut:
1. Perusahaan
pada tahun analisis tidak
sedang mengalami kerugian.
Perilaku manajeman pada perusahaan yang rugi berbeda dengan perilaku
manajeman perusahaan yang laba, sehingga jika analisis dilakukan pada kedua
kondisi ini akan memberikan hasil yang bias dan tidak fokus. Kriteria ini
dipilih dengan asumsi bahwa pada perusahaan yang rugi, manajeman tidak akan
memilih kebijakan akuntansi yang dapat menurunkan laba. Sementara itu, pada
perusahaan yang laba manajeman mempunyai
kemungkinan untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat
menaikkan laba atau kebijakan akuntansi yang dapat menurunkan laba. Selain itu,
kriteria sampel ini dipilih dengan maksud agar diperoleh gambaran yang lebih
jelas trade off atas konflik kepentingan dari interaksi antara manajeman dengan
stockholder (bonus plan) dan antara manajeman dengan pihak ketiga (political
cost).
2. Pada tahun
analisis perusahaan tidak
merubah kebijakan akuntansi dari kebijakan akuntansi yang dapat menaikkan
laba menjadi kebijakan
akuntansi yang dapat menurunkan laba atau dari kebijakan akuntansi yang
dapat menurunkan laba menjadi kebijakan akuntansi yang dapat menaikkan laba.
Kriteria ini dimaksudkan agar terlihat secara jelas kebijakan akuntansi yang
dipilih perusahaan.
3. Laporan keuangan perusahaan telah diaudit
oleh kantor akuntan publik. Data laporan keuangan perusahaan yang sudah diaudit oleh akuntan publik
menunjukkan bahwa data
tersebut telah diverifikasi oleh
pihak yang independen sehingga
data menjadi valid dan reliabel. Tabel
3.1. Di bawah
menginformasikan tentang sampel dalam penelitian ini.
Laporan keuangan
untuk 269 unit sampel tidak tersedia
di pusat referensi
pasar modal
bursa efek jakarta. Data yang
tidak tersedia ini disebabkan sebagian dari laporan keuangan tahunan hilang
atau laporan keuangan tahunan hilang
sementara itu sebanyak
195 unit sampel, laporan keuangannya menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
rugi. Populasi yang
memenuhi kriteria sebanyak 303
unit sampel. Sementara itu, data sebanyak 30 sampel outlier dan dikeluarkan
dari analisis. Sampel yang ambil dalam penelitian ini sebanyak 273 unit sampel (perusahaan). Jumlah
sampel ini setara
dengan 35,6% dari seluruh populasi.
3.2.teknik
pengumpulan data
data
dalam penelitian ini
adalah data sekunder yang didapat dari laporan tahunan
perusahaan- perusahaan yang terdaftar di bursa efek jakarta (bej) untuk periode
2000 sampai dengan 2004. Laporan keuangan emiten bursa efek jakarta sebelum
dilaporkan ke badan pengawas
pasar modal dan sebelum dipublikasikan
harus diaudit oleh auditor independen. Laporan keuangan yang telah
diaudit oleh auditor independen
menunjukkan bahwa laporan keuangan tersebut adalah valid dan
reliabel. Laporan keuangan
tahunan diperoleh dari pusat
referensi pasar modal
(prpm) bej. Selain dari prpm, laporan keuangan
tahunan juga didapat
dengan cara men-download dari www.jsx.co.id.
Variabel kebijakan
akuntansi bersumber dari catatan atas laporan keungan yang ada
pada laporan tahunan. Variabel ini diidentifikasikan dengan cara melihat metode
penilaian persediaan, metode penyusutan dan metode penilaian piutang usaha yang
digunakan oleh perusahaan. Varibel leverage didapat dari indonesia capital
market directory (icmd) pada bagian rasio-rasio keuangan (financial
ratios). Variabel bonus plan
didapat dengan cara mengidentifikasikan apakah perusahaan memberikan bonus pada
manajemen ataukah tidak. Informasi
tentang bonus tertera
pada gambaran umum perusahaan sebagai bagian dari catatan
atas laporan keuangan. Data kepemilikan manajemen bersumber dari catatan atas
laporan keuangan yang
menjelaskan tentang komposisi kepemilikan
perusahaan (penjelasan dari
laporan stockholders equity)
Besarnya
perusahaan pada penelitian ini diukur dengan log natural total assets. Data
total assets bersumber dari neraca pada
laporan keuangan tahunan emiten yang disampaikan ke badan
pengawas pasar modal. Kekuatan buruh sebagai proksi dari political cost diukur
dengan banyaknya karyawan. Data tentang jumlah karyawan didapat dari gambaran
umum perusahaan pada catatan atas laporan keuangan untuk laporan tahunan.
Nilai konservatisme
akuntansi diukur dengan ada tidaknya akuntan pada jajaran dewan komisaris atau
dewan direksi. Data tentang akuntan yang menjabat sebagai dewan komisaris atau
dewan direksi didapat dari komposisi
dewan direktur dan
dewan direksi yang tertera pada gambaran umum laporan
tahunan perusahaan.
3.3. Operasionalisasi
dan pengukuran variabel
Sesuai dengan
tujuan penelitian, kerangka
teorities dan hipotesis, penelitian ini merupakan
penelitian kausal yang melihat hubungan antar variabel. Variabel leverage,
bonus plan, kepemilikan manajeman,
besarnya perusahaan, tekanan buruh dan
konservatisme akuntansi perusahaan
mempengaruhi manajeman dalam
pemilihan kebijakan akuntansi.
Hal ini menunjukkan bahwa
kebijakan akuntansi adalah variabel dependen dan yang lainnya adalah variabel
independen. Sesuai dengan tujuan penelitian dan perumusan masalah dalam bab 1,
maka analisis yang dilakukan didasarkan pada tiga model penelitian yaitu:
1. Model pertama, variabel dependen adalah
kebijakan akuntansi dan variabel independen terdiri dari leverage, bonus plan,
kepemilikan manajeman, besarnya perusahaan, tekanan buruh dan konservatisme
akuntansi perusahaan
2. Model kedua, variabel dependen kebijakan
akuntansi, variabel independen meliputi leverage dan bonus plan, variabel
interaksi adalah konservatisme akuntansi perusahaan, dan variabel kontrolnya
adalah kepemilikan manajeman, besarnya perusahaan, dan tekanan buruh.
3. Model ketiga, variabel dependen kebijakan
akuntansi, variabel independen leverage dan besarnya perusahaan, variabel
interaksi adalah bonus plan pengukuran
dan pendefinisian variabel
yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai
berikut:
3.3.1. Kebijakan akuntansi
Kebijakan akuntansi
adalah proses pemilihan metode pelaporan alternatif, sistem
pengukuran, dan teknik pengungkapan
tertentu dari semua yang mungkin tersedia untuk pelaporan keuangan oleh
perusahaan kebijakan akuntansi dalam penelitian ini identik dengan multiple method choices
dari field, et al (2001), accounting method strategies dari missonier-pierra
(2004), accounting choices
strategy dari robbins,
et al (1996)
dan income strategy dari
inoue dan thomas
(1993). Inoue dan
thomas (1993) mendefinisikan
kebijakan akuntansi sebagai
jumlah prosedur akuntansi yang dapat menaikkan laba dalam portofolio prosedur
akuntansi perusahaan. Lebih lanjut missonier-pierra (2004) mempertimbangkan bahwa strategi pemilihan akuntansi adalah
satu paket kebijakan akuntansi sebagai sebuah kebijakan tunggal yang
komprehensif.
Kebijakan
akuntansi adalah strategi pemilihan metode akuntansi yang diterapkan oleh
perusahaan. Strategi laba yang
dikembangkan dalam penelitian
ini juga dilakukan oleh hegerman dan zmijewski (1981) robbin, turpin dan
polinski (1993), meyer et al. (2000), skinner (1993), hand (1998) dan
missonier-piera (2004). Kebijakan akuntansi perusahaan dapat dikelompokkan
sebagai kebijakan akuntansi yang dapat mempercepat pelaporan laba (kebijakan
yang dapat menaikkan laba) atau kebijakan akuntansi yang
dapat menunda pelaporan
laba (kebijakan akuntansi yang
dapat menaikkan laba) (robbins, et al 1993; missonier-pierra,
2004).
kebijakan
akuntansi yang dianalisis
dalam penelitian ini adalah
satu paket kebijakan
akuntansi yang terdiri dari
kebijakan penilaian persediaan, kebijakan akuntansi
penyusutan aktiva tetap
dan kebijakan akuntansi penilaian piutang usaha. Ketiga kebijakan
akuntansi ini dipilih sebagai bagian kebijakan yang dianalisis
karena ketiga kebijakan
akuntansi ini ada disetiap
perusahaan manufaktur. Kebijakan akuntansi penilaian persediaan dan
metode penyusutan juga sudah dianalisis oleh peneliti terdahulu sehingga
validitasnya sudah dapat diandalkan sebagai cerminan dari kebijakan akuntansi
perusahaan. Selain itu, metode penilaian persediaan dan metode
penyusutan aktiva tetap mempunyai pengaruh yang sangat besar pada pelaporan
laba rugi (robbins, et al 1993). Sementara itu, kebijakan akuntansi penilaian
piutang usaha dipilih sebagai bagian dari kebijakan akuntansi yang dianalisis
karena piutang usaha adalah akun
yang relatif besar
dan faktor ketidak tertagihan
piutang usaha sangat tidak pasti, sehingga dibutuhkan analisis yang baik untuk
memilih kebijakan penilaian piutang. Secara lebih detail akan dibahas
masing-masing kebijakan akuntansi.
1. Kebijakan
akuntansi penilaian persediaan
Undang-undang perpajakan no. 10 tahun 1994 pasal 10 ayat 6
memperbolehkan wajib pajak untuk memilih metode fifo atau rata-rata, sedangkan
psak no. 14 memberikan alternatif metode
persediaan, yaitu metode fifo, metode
rata-rata dan metode lifo. Kedua pernyataan ini menyiratkan bahwa perusahaan
diberi kebebasan untuk memilih
salah satu metode
akuntansi yang diperkenankan. Sebagaimana
didefinisikan dalam psak no. 14 bahwa persediaan merupakan aktiva yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan
usaha normal; dalam
proses produksi dan atau dalam
perjalanan; atau dalam bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam
proses produksi atau pemberian jasa. Berkaitan dengan definisi persediaan, maka
paragraf 6 (psak no. 14) menyebutkan bahwa biaya persediaan harus meliputi
semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain yang timbul sampai
persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai.
Seluruh biaya yang terdefinisi dalam persediaan
di atas harus diperhitungkan dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama
keluar pertama (mpkp atau fifo), rata-rata (average cost
method), atau masuk
terakhir keluar pertama (mtkp
atau lifo), kecuali untuk yang disebutkan dalam
paragraf 19 (psak
no. 14) yaitu
biaya yang berkaitan dengan
identifikasi khusus yang merupakan atribusi biaya ke persediaan.
A. Metode fifo
Asumsi yang
digunakan dalam metode fifo adalah persediaan
yang pertama dibeli
akan dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga yang
tertinggal dalam persediaan akhir
adalah yang dibeli
atau diproduksi kemudian. Adanya asumsi ini, bukan berarti bahwa aliran
fisik barang harus sama seperti asumsi tersebut. Fifo dianggap sebagai suatu
pendekatan yang logis dan realistis mengenai arus biaya, yaitu dalam hal
identifikasi biaya-biaya yang spesifik dianggap tidak praktis atau tidak
mungkin dilaksanakan. Metode fifo digunakan dengan tujuan untuk mendekati
aliran fisik barang. Pada saat yang bersamaan, metode fifo tidak memperkenankan manipulasi laba karena perusahaan tidak bebas
untuk memilih item-item harga perolehan tertentu dibebankan
kepada biaya (kieso
dan weygandt, 1992). Nilai persediaan
akhir untuk metode fifo mendekati harga perolehan sekarang (current cost),
barang pertama yang dibeli
adalah barang pertama yang dijual sehingga
jumlah persediaan akhir
tersusun dari pembelian yang
terbaru. Metode ini mencerminkan perputaran
persediaan yang sesungguhnya.
Pendekatan ini umumnya memberikan alasan yang mendekati replacement cost pada neraca yang perubahan harganya
tidak ada pada pembelian yang terakhir (kieso dan weygandt, 1992).
Kelemahan dari metode
ini harga perolehan sekarang tidak sebanding dengan pendapatan sekarang pada laporan
laba-rugi.
B. Metode rata-rata
Asumsi metode
rata-rata (average method) adalah bahwa
biaya setiap barang
ditentukan berdasarkan
biaya rata-rata dari
barang yang serupa
pada awal periode dan biaya
barang serupa yang dibeli atau diproduksi
selama periode.
Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan
yang realistis dan
paralel dengan arus barang,
khususnya jika unit-unit persediaan yang identik ternyata
tercampur baur. Metode
harga perolehan rata-rata menetapkan
harga item-item dalam persediaan
berdasarkan harga perolehan rata-rata atas semua barang yang sama yang tersedia
selama periode.
Kegunaan metode rata-rata biasanya berdasarkan alasan
praktik daripada konseptual.
Metode ini
mudah diaplikasikan, obyektif,
dan bukan subyek untuk
memanipulasi laba seperti
metode persediaan lain. Selanjutnya,
pendukung metode rata- rata berargumentasi bahwa seringkali
tidak mungkin mengukur aliran fisik secara khusus pada persediaan dan oleh karenanya
metode ini lebih baik untuk
item-item harga pokok atas basis rata-rata harga. Argumentasi ini
sebagian meyakinkan ketika persediaan relatif homogen (kieso dan weygandt, 1992).
Penggunaan angka
rata-rata memungkinkan setiap
harga beli mempengaruhi penilaian persediaan maupun harga
pokok penjualan. Asumsi
yang dipergunakan dalam hal ini adalah bahwa kegiatan pembelian dan
penjualan akan menghasilkan aggregation of cost (pengelompokan atau penggabungan biaya-biaya) dan pembagiannya
kepada barang yang
dijual dan barang yang
masih dalam persediaan
dilakukan atas dasar satu
harga tunggal. Pada
metode ini, harga tunggal diasumsikan
mewakili satu unit cost dari semua
barang yang ada dalam periode tertentu, tidak mencerminkan matching concept
antara current cost dan current
revenue, dan juga tidak
mencerminkan penilaian neraca atas dasar
current cost.
C. Metode lifo
Asumsi metode
lifo adalah bahwa
barang yang dibeli atau
diproduksi terakhir dijual atau digunakan terlebih dahulu sehingga yang termasuk
dalam persediaan akhir adalah yang dibeli atau diproduksi
terdahulu. Aliran biaya
lifo mendekati aliran
fisik barang yang masuk
dan barang yang
keluar dalam situasi yang pasti
(kieso dan weygandt, 1992).
Pada masa
inflasi metode akuntansi persediaan lifo
akan menghasilkan laba
yang lebih kecil
sehingga metode ini dijadikan proksi atas decreasing income
sedangkan metode fifo
menghasilkan laba yang
lebih besar sehingga metode ini dijadikan sebagai proksi increasing
income (lihat lee dan hsieh, 1985; dopuch dan pincus, 1988; chusing dan
leclere, 1992; kieso, 1997; dan tuanakotta,
2000). Perusahaan di indonesia (yang terdaftar di bej) tidak ada satupun
yang menerapkan metode akuntansi persediaan
lifo, metode yang diterapkan hanyalah fifo dan atau
rata-rata, sehubungnan dengan hal
tersebut maka dalam penelitian ini metode akuntansi
persediaan lifo dianalogkan dengan metode akuntansi persediaan rata- rata. Metode
akuntansi fifo dan
rata-rata walaupun tidak
kontradiktif tetap menggambarkan karakteristik increasing dan
decreasing income. Decreasing income digambarkan oleh
metode rata-rata sedangkan increasing income digambarkan oleh
metode fifo. Perbedaan antara metode fifo dan metode rata-rata memang tidak
mencolok, namun demikian karena inflasi yang relatif tinggi, maka metode fifo dan metode rata-
rata perbedaannya menjadi besar.
Tuanakotta (2000) mengungkapkan bahwa perbedaan metode akuntansi persediaan
akan terjadi pada masa perubahan harga (inflasi).
Metode penilaian
persediaan (ap2), metode persediaan diukur dengan memberi nilai 0 dan 1. Metode
rata-rata dalam penelitian ini mencerminkan kebijakan akuntansi yang dapat
menurunkan laba (menunda pelaporan
laba) sehingga perusahaan yang menerapkan metode rata-rata diberi skor
0. Pilihan kebijakan akuntansi dikelompokkan dalam kebijakan yang dapat menaikkan
laba jika perusahaan tersebut yang
mengkombinasikan metode rata-rata dengan
fifo atau perusahaan yang hanya menggunakan
metode fifo. Perusahaan
yang hanya memilih metode fifo atau mengkombinasikan metode fifo dengan metode rata-rata ini
diberi skor 1.
2. Kebijakan
akuntansi penyusutan
Pernyataan standar
akuntansi keuangan (psak)
no. 17 mendefinisikan
penyusutan sebagai alokasi
sistematik jumlah yang dapat
disusutkan dari suatu
aktiva sepanjang masa manfaat. Baridwan (1995) menjelaskan bahwa
depresiasi adalah sebagian dari harga perolehan aktiva tetap yang secara
sistematis dialokasikan menjadi biaya setiap periode akuntansi. Stice, stice,
dan skousen (2002) mendefinisikan penyusutan
sebagai alokasi sistematis harga
pokok asset sepanjang
periode penggunaan assets tersebut.
Berdasarkan
waktu penyusutan, metode penyusutan oleh stice et al. (2002) dikelompokkan menjadi:
A. Metode garis lurus
Metode penyusutan
ini mengalokasikan harga perolehan sama besarnya setiap tahunnya.
Metode ini adalah metode penyusutan yang paling sederhana dan paling banyak
digunakan, metode ini
juga akan memberikan beban
yang adil pada
masa-masa pemanfaatan aktiva (machfoedz, 1999). Asumsi sederhana metode
penyusutan garis lurus adalah assets mempunyai manfaat yang
sama setiap periodenya
dan penyusutan tidak dipengaruhi
oleh variasi produktivitas dan efisiensi assets (stice, et al 2002). Sementara
itu, baridwan (1995) mengungkapkan bahwa metode penyusutan garis lurus
didasarkan pada anggapan-anggapan sebagai berikut:
1)
kegunaan ekonomis dari suatu aktiva akan menurun secara proporsional
setiap periode
2) biaya
reparasi dan pemeliharaan
tiap-tiap periode jumlahnya
relatif tetap.
3) kegunaan
ekonomis berkurang karena
lewatnya waktu.
4) penggunaan
(kapasitas) aktiva tiap-tiap
periode relatif tetap.
B. Metode pembebanan menurun
Metode
pembebanan menurun mengalokasikan beban pada tahun pertama lebih besar
dibanding tahun-tahun berikutnya.
Metode ini didasarkan
pada teori bahwa aktiva yang baru akan dapat digunakan
lebih efisien dibanding dengan aktiva
yang lama (baridwan,
1995). Selain itu, biaya reparasi untuk aktiva baru relatif lebih kecil
dibanding aktiva yang lebih tua. Stice et al (2004) membagi metode
penyusutan pembebanan menurun menjadi dua yaitu
1) metode
jumlah angka tahun
(sum of the
yaer digit method)
2) metode
saldo menurun/saldo menurun
berganda (declining/double declining method)
Metode jumlah
angka tahun, dalam metode ini penyusutan
dihitung dengan cara
mengalikan bagian pengurang yang
setiap tahunnya selalu menurun dengan harga perolehan dikurangi nilai residu.
Metode jumlah angka tahun akan membebankan penyusutan tiap tahun semakin kecil.
Perhitungan metode jumlah angka tahun dilakukan dengan
mengaplikasikan rentetan pecahan yang
secara berturut-turut selalu
lebih kecil. Numerator dari pecahan
adalah tahun terakhir masa manfaat aktiva sebagai numerator tahun pertama.
Denumerator adalah jumlah tahun masa manfaat
dari aktiva dari 1 sampai masa manfaatnya berakhir.
Metode saldo
menurun/saldo menurun berganda, metode ini membebankan penyusutan
secara menurun dengan mengalikan persentase
yang konstan dengan nilai
buku aktiva. Dasar
yang digunakan adalah persentase depresiasi dengan cara
garis lurus untuk metode saldo menurun dan dua kali persentase depresiasi
dengan cara garis lurus untuk metode saldo menurun berganda.
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa biaya penyusutan aktiva tetap
selama periode penyusutan adalah sama.
Sementara itu biaya penyusutan untuk perusahaan yang
memilih kebijakan akuntansi penyusutan saldo menurun/saldo menurun
berganda atau jumlah
angka tahun pada
tahun-tahun awal besar dan akan terus menurun seiring dengan berjalannya
waktu. Sehubungan dengan itu, penelitian ini menggunakan kebijakan
akuntansi saldo menurun/saldo
menurun berganda atau
kebijakan akuntansi jumlah angka tahun
sebagai proksi dari
kebijakan akuntansi yang menunda
pelaporan laba (kebijakan akuntansi yang dapat menurukan laba). Kebijakan akuntansi penyusutan dengan
metode garis lurus mencerminkan kebijakan akuntansi yang dapat mempercepat
pelaporan laba.
Data laporan
keuangan perusahaan emiten
bej sealama tahun 2000
sampai dengan tahun
2004 menunjukkan bahwa tidak ada
satupun perusahaan yang kebijakan
akuntansi penyusutannya hanya
memilih metode saldo menurun/saldo menurun berganda atau jumlah angka
tahun. Sehubungan dengan itu, pada penelitian
ini pengaruh kebijakan
akuntansi pada besarnya laba
dikelompokkan menjadi kebijakan akuntansi penyusutan
yang memilih metode
garis lurus dan kebijakan
akuntansi yang mengkombinasikan antara
kebijakan akuntansi penyusutan yang mengkombinasikan metode garis lurus dengan
metode saldo menurun/saldo menurun berganda atau metode jumlah angka tahun.
Perusahaan yang memilih
kebijakan akuntansi garis lurus
saja diberi skor
1, kebijakan ini
mencerminkan kebijakan yang mempercepat
pelaporan laba. Sementarai itu
skore 0 diberikan pada perusahaan yang mengkombinasikan kebijakan penyusutan
garis lurus dengan saldo menurun/saldo menurun berganda atau metode jumlah angka
tahun. Kebijakan kombinasi ini menunjukkan bahwa perusahaan mempercepat
pengakuan biaya penyusutan, sehingga pelaporan laba menjadi tertunda (laba
lebih rendah).
3. Kebijakan
akuntansi penilaian piutang
Secara teori,
semua piutang harus
dinilai pada jumlah yang
merepresentasikan nilai
sekarang dari kas yang
diharapkan akan diterima
dimasa yang akan datang.
Piutang usaha dinilai
sebesar nilai realisasi bersih yaitu
nilai yang diharapkan
dapat ditagih (bridwan 1995). Hal
ini mengindikasikan bahwa penilaian piutang didasarkan pada piutang setelah
dikurangi potongan penjulan dan
penghapusan piutang. Penghapusan
piutang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu direct write-off method dan
allowance method.
Direct write-off
method, pada metode ini kerugian piutang baru diakui pada waktu piutang dihapuskan
dan penghapusan piutang baru dilakukan bila terdapat bukti-bukti yang
jelas. Kebijakan ini akan mengakibatkan timbulnya beban
dan berdampak pada
laba rugi perusahaan hanya jika
ada penghapusan piutang. Jika ada penghapusan piutang, perusahaan akan mencatat
beban penghapusan piutang disisi debet dan
piutang usaha di sisi kredit.
Ketika
menggunakan allowance method, sejumlah piutang
diestimasikan tidak dapat
ditagih. Estimasi piutang yang
tidak dapat ditagih ini dicatat dengan mendebit beban penghapusan piutang dan
mengkredit penyisihan piutang ragu-ragu/piutang tak tertagih. Penggunaan metode
ini berpengaruh langsung pada besarnya laba yang dihasilkan perusahaan. Hal ini
disebabkan perusahaan dapat
mengakui beban penghapusan
piutang sebelum piutang tersebut benar- benar dihapus.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kebijakan penilaian piutang allowance method mengakui adanya biaya pengahapusan
piutang sebelum piutang tersebut bedar-benar dihapus dan kebijakan
penilaian piutang direct
method menunjukkan bahwa biaya penghapusan piutang hanya akan
diakui setelah piutang tersebut benar-benar
tidak dapat tertagih.
Hal ini menunjukkan bahwa
allowance method akan mengakui biaya penghapusan piutang
walaupun piutang tersebut belum benar-benar dihapuskan, sehingga laba
perusahaan akan berkurang. Sehubungan dengan itu, perusahaan yang memilih kebijakan akuntansi allowance
method diberi skore 0 karena kebijakan ini menurunkan laba. Sementara itu,
kebijakan direct method untuk penilaian piutang diberi skore 1 karena kebijakan
ini menunda pelaporan biaya sehingga laba yang dilaporkan menjadi lebih besar.
Kebijakan akuntansi
pada penelitian ini
didasarkan pada pengukuran yang dilakukan oleh missioner-pierra (2004)
yang mengelompokkan kebijakan akuntansi yang dapat menaikkan laba dan dan
kebijakan akuntansi yang dapat menurunkan laba. Kebijakan akuntansi yang dapat
menaikkan laba diidentifikasikan dengan kombinasi kebijakan sebagai berikut:
1.
Perusahaan memilih metode
penilaian persediaan kombinasi
rata-rata dengan fifo atau fifo saja, metode penyusutan garis
lurus dan metode penilaian
piutang direct method.
2. Perusahaan memilih
metode penilaian persediaan metode rata-rata, metode
penyusutan garis lurus dan metode penilaian piutang direct method.
3.
Perusahaan memilih metode
penilaian persediaan kombinasi
metode rata-rata dengan fifo atau fifo saja, metode kombinasi
penyusutan garis lurus
dengan saldo menurun/saldo menurun
berganda atau jumlah angka tahun
dan metode penilaian piutang direct
method .
4.
Perusahaan memilih metode
penilaian persediaan kombinasi
rata-rata dengan fifo atau fifosaja, metode penyusutan garis
lurus dan metode penilaian
piutang allowance method.
Perusahaan yang
memilih salah satu dari keempat alternatif kombinasi di atas diberi skore 1.
Sementara itu, skore 0 diberikan pada perusahaan yang kebijakan akuntansinya
menunda pelaporan laba (kebijakan akuntansi
yang dapat menurunkan laba).
Kebijakan akuntansi yang dapat menurunkan laba diidentifikasikan dengan
kombinasi kebijakan sebagai berikut:
1. Perusahaan memilih metode penilaian
persediaan rata- rata, metode penyusutan kombinasi garis lurus dengan
saldo menurun/saldo menurun
berganda atau jumlah angka tahun
dan metode penilaian piutang allowance
method.
2.
Perusahaan memilih metode
penilaian persediaan
kombinasi garis lurus
dengan fifo atau
fifo saja, metode penyusutan
kombinasi garis lurus dengan saldo
menurun/saldo menurun berganda
atau jumlah angka tahun dan metode penilaian piutang allowance method.
3. Perusahaan memilih metode penilaian
persediaan rata- rata, metode penyusutan
garis lurus dan metode penilaian
piutang allowance method.
4. Perusahaan memilih metode penilaian
persediaan rata- rata, metode penyusutan kombinasi garis lurus dengan
saldo menurun/saldo menurun
berganda atau jumlah angka tahun
dan metode penilaian piutang direct
method.
Data kebijakan
akuntansi perusahaan didapat
dari laporan keuangan tahunan
emiten bej dari
tahun 2000 sampai dengan 2004.
Metode akuntansi yang dipilih oleh perusahaan disajikan pada bagian kebijakan
akuntansi di laporan keuangan tahunan.
3.3.2. Leverage (lev)
Leverage perusahaan
didefinisikan sebagai besarnya
ketergantungan perusahaan pada sumber
dana yang berasal dari pinjaman. Leverage telah banyak digunakan oleh peneliti terdahulu sebagai proksi untuk debt covenant.
Peneliti-peneliti yang menggunakan
proksi leverage adalah adalah
collins, rozeff, dan
dhaliwal (1981); niehaus (1989),
chusing dan leclere
(1992), kuo (1993) dan
christie dan zimmerman
(1994), dan missonier-piera (2004). Variabel leverage perusahaan didapat dari total
kewajiban pada tahun t dibagi dengan
total assets pada tahun t.
Data tentang
total kewajiban dan total assets didapat dari neraca pada laporan keuangan
tahunan. Selanjutnya dihitung besarnya
rasio leverage. Selanjutnya rasio
leverage ini diperbandingkan dengan rasio leverage yang didapat dari indonesian
capital market directory (icmd)
tahun 2001 sampai
dengan 2004. Jika terjadi perbedaan,
maka rasio leverage yang digunakan adalah rasio yang tertera di icmd. Perbedaan
leverage dapat terjadi karena setelah tanggal neraca perusahaan melakukan
revisi atas laporan keuangan.
3.3.3. Bonus plan
(bon)
Scott (2000)
mengemukakan bahwa compensation plan adalah
kontrak agensi antara
perusahaan dan manajernya yang
berusaha untuk menyelaraskan kepentingan pemilik dan manajer dengan kompensasi
manajer berdasarkan satu atau lebih ukuran kinerja manajer dalam
mengoperasionalkan perusahaan. Bonus plan adalah perencanaan bonus yang akan
diterima oleh manajer perusahaan yang
didasarkan pada besarnya laba akuntansi.
Variabel ini diukur
berdasarkan kebijakan bonus, bila
perusahaan ada skema kompensasi
diberi skor 1,
dan bila tidak
menerapkan sistem bonus diberi
skor 0. Proksi
ini digunakan oleh
peneliti terdahulu,
diantaranya adalah hegerman dan
zmijewski (1979), skinner (1993),
hunt (1985), press
dan weintrop (1990) dan robbins et al (1993). Data bonus
plan didapat dari laporan keuangan tahunan emiten bej dibagian gambaran umum
perusahaan.
3.3.4. Kepemilikan manajeman (kpm)
Kepemilikan
manajeman mengindikasikan besarnya kepentingan
manajeman perusahaan terhadap perencanaan bonus.
Semakin tinggi kepemilikan manajeman maka
keinginan terhadap bonus
semakin rendah dan semakin rendah kepemilikan manajeman maka
keinginan untuk mendapatkan
bonus semakin tinggi (nihaus, 1988 dan berle dan mean,
1932). Kepemilikan manajeman diukur berdasarkan jumlah persentasi saham yang
dimiliki oleh dewan komisaris dan atau dewan direktur pada tahun ke t. Proksi
ini telah digunakan oleh niehaus (1988), dan bowen et al (1999).
3.3.5. Besarnya perusahaan (bp)
Besarnya perusahaan
menunjukkan kekayaan yang dimiliki
perusahaan yang cenderung
mudah dilihat dan menjadi perhatian sejumlah stakeholder
dan menjadi sasaran politik untuk melakukan redistribusi kekayaan
(missonier-pierra, 2004, dan
inoue dan thomas,
1996). Besarnya
perusahaansebagai manifestasi dari
political cost diukur dengan log natural total assets. Proksi ini
diantaranya digunakan oleh morse dan richardson (1983), abdel khalik (1985)
dopuch dan pincus (1988), lindahl (1989), lee dan hsieh (1985), zmijewski dan
hegerman (1981) dan niehaus (1989). Total ssets perusahaan dapat dilihat di
neraca pada laporan keuangan tahunan ataupun di icmd.
3.3.6. Kekuatan buruh (kb)
Konflik yang
terjadi antara manajeman dengan buruh dapat menjadi sumber political cost.
Kekuatan buruh didefinisikan sebagai kemampuan buruh untuk menekan
perusahaan sehingga kesejahteraan
buruh menjadi lebih baik dengan
cara transfer kekayaan dari perusahaan ke para buruh (missonier-pierra, 2004). Tekanan buruh diukur berdasarkan
banyaknya karyawan yang dimiliki oleh pertusahaan pada tahun t. Sebagian besar
penelitian terdahulu menggunakan ada tidaknya serikat pekerja di perusahaan
sebagai proksi dari kekuatan buruh. Proksi ini tidak bisa dilakukan di
indonesia karena seluruh perusahaan yang terdaftar di bej sudah memiliki serikat
pekerja. Penelitian ini
menggunakan banyaknya
Karyawan sebagai
ukuran kekuatan buruh
karena jumlah karyawan yang banyak menunjukkan kekuatan buruh yang
sebenarnya yang setiap permasalahan cenderung diselesaikan dengan demonstrasi.
Banyaknya karyawan yang dimiliki perusahaan dapat dilihat di laporan keuangan
tahunan pada bagian gambaran umum perusahaan.
3.3.7. Konservatisme akuntansi perusahaan (kap)
Konservatisne
akuntansi adalah ketika ada keraguan,
mengakui semua kerugian dan tidak mengakui beberapa keuntungan (stice
et al., 2004). Konservatisme akuntansi perusahaan diukur berdasarkan gelar
profesional akuntan dan atau keanggotaan pada ikatan akuntan indonesia (iai). Jika
terdapat 1 atau lebih dewan komisaris dan atau dewan direksi yang bergelar
akuntan dan atau menjadi anggota iai diberi skore 1 dan jika tidak ada satupun
dari dewan komisaris dan atau dewan direksi yang bergelar akuntan dan atau
menjadi anggota iai diberiskore 0. Ada tidaknya dewan direktur dan dewan komisaris
yang bergelar akuntan dapat dilihat dari gambaran umum dari laporan keuangan
tahunan perusahaan.
3.4. Teknik
analisis
Analisis yang
dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis dengan menggunakan statistik
deskriptif dan uji hipotesis (uji empiris) menggunakan regresi logistik.
A. Statistik deskritif.
Statistik deskriptif
digunakan untuk mendiskripsikan
variabel-variabel dalam penelitian ini. Alat analisis yang digunakan untuk
mendiskripsikan variabel leverage, kepemilikan manajeman, besarnya perusahaan,
dan tekanan buruh adalah rata-rata dan median,
standar deviasi, maksimum,
dan minimum. Sedangkan statistik
deskriptif yang digunakan untuk menganalisis
variabel bonus plan,
kebijakan akuntansi, dan
konservatisme akuntansi adalah modus.
B. Pengujian hipotesis.
Hipotesis dalam
penelitian ini diuji dengan menggunakan regresi logistic. Regresi logistik
(logit) dipilih karena data dalam penelitian ini berupa data nominal dan data
rasio, variabel dependen
berupa data nominal dan independen
berupa data rasio dan nominal sehingga regresi logit yang paling tepat
digunakan. Ghozali (2001) mengemukakan
bahwa asumsi multivariate normal distribution
tidak dapat dipenuhi
karena variabel bebas merupakan campuran antara variabel kontinyu (metrik)
dan kategorikal (nonmetrik). Dalam hal ini dapat dianalisis dengan
logistic regression karena tidak perlu asumsi normalitas data pada variabel
bebasnya.
Sebelum
melakukan analisis terhadap regresi logistik, langkah pertama
adalah menilai kelayakan
model regresi. Fit model dapat dilihat dari:
1. Hosmer and lemeshow test.
Hosmer dan
lemeshow menghipotesiskan :
Ho : tidak
ada perbedaan yang
nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan
klasifikasi yang diamati.
H1 : ada
perbedaan yang nyata
antara klasifikasi yang
diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Dasar pengambilan
keputusan goodness of fit test
yaitu diukur dengan nilai chi-square uji hosmer and lemeshow :
A) jika
probabilitas > 0,05 maka ho diterima. B) jika probabilitas <
0,05 maka ho ditolak.
Model dinyatakan
fi jika h0 diterima, hal ini diindikasikan oleh nilai signifikansi yang lebih
besar dari5%.
2. Fungsi likelihood
Sebelum
melakukan analisis terhadap regresi logit langkah pertama adalah menilai
overall fit model terhadap data dengan
fungsi likelihood (ghozali, 2001). Hipotesis untuk menilai model fit adalah:
model yang dihipotesiskan fit dengan data. Dalam pengujian model fit likelihood (l) ditransformasikan menjadi
-2logl. Ghozali (2001)
menyebutkan bahwa statistik -2logl kadang-kadang disebut likehood
rasio χ2 statistics,
dengan demikian maka pengujian
atas fit model
ini dapat dilakukan dengan membandingkan antara
nilai –2logl dengan χ2
Tabel pada df
(n-q). Pengujian model fit dilakukan dengan
Membandingkan
selisih antara -2logl yang hanya memasukkan konstanta dengan -2logl untuk model
yang memasukkan konstanta dan variabel independen yang diteliti pada
df ((n-q konstanta)
– (n-q konstanta
dan independen ))
Dengan χ2 pada df ((n-q konstanta) – (n-q konstanta dan
independen )).
Hipotesis akan diterima
jika ∆-2logl < χ2 pada df
(n-q) dan sebaliknya jika ∆-2logl > χ2
pada df (n-q) maka hipotesis ditolak.
Selain menguji fit
model, sebelum menguji hipotesis juga
akan dilakukan pengujian
multikolinieritas. Pengujian ini dilakukan untuk melihat independensi
hubungan antar variable independent.
Multikolinieritas diuji
dengan mengkorelasikan antar
variable independent. Multikolinieritas terjadi bila nilai korelasinya
lebih besar dari 0,8.
Hipotesis 1
sampai dengan hipotesis
6 didasarkan pada persamaan 1
dibawah ini yang terkait dengan model
Penelitian 1.
Ka ln 1− ka = β0
+ β1lev + β2 bon+ β3kpm+ β4 bp+ β5kb+ β6kap+ ε
1)
Keterangan
Lev = leverage bon = bonus plan
Kpm = kepemilikan manjeman bp = besarnya perusahaan kb = kekuatan buruh
Kap = konservatisme akuntansi perusahaan
ka = kebijakan akuntansi
Β = koefisien regresi
Hipotesis 7 dan
hipotesis 8 terkait dengan model 2 dan diuji dengan menggunakan persamaan 2
dibawah ini:
Ka ln1− ka = β0
+ β1lev + β2bon+ β3kpm+ β4bp+ β5kb+ β6kapbon+ β7 kaplev+ ε 2)
Model 3
penelitian ini terkait
dengan hipotesis 9
dan 10 dan diuji berdasarkan
model regresi logistic berikut:
Ka ln 1− ka = β0
+ β1lev + β2bon+ β3kpm+ β4bp+ β5kb+ β6bonxlev+ β7 bonxpb+ ε 3)
Analisis pengujian
hipotesis dengan logit memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Tingkat signifikansi (α) yang digunakan sebesar
5%.
2. Kriteria penerimaan atau
penolakan hipotesis didasarkan
pada signifikansi p-value (prob value). Jika p value (signifikansi) > α,
maka hipotesis alternatif ditolak. Sebaliknya jika p value < α, maka
hipotesis diterima.
No comments:
Post a Comment